Pages

Sabtu, 23 Juli 2011

Aku dan Kenangan Gerimis (Part 2)

Waktu menujukkan masih 6 pagi, seperti biasa gerimis tak pernah berhenti. Yuri duduk di sebelahku. Kami saling memandang gulungan ombak yang dasyat.

“Raga, kau tahu rasanya jika kau terhempas oleh ombak itu?” Aku terdiam mencoba untuk berpikir sejenak. “Aku…”, keheningan terwujud disaat mulut ini bingung untuk menjelaskan, “ belum pernah merasakannya. Jadi aku kurang tahu.”

Yuri kembali tersenyum, “Seperti dicampakkan rasanya! Seperti dibuang dan dihempaskan tanpa peduli sesakit apa hempaan itu!” air mata Yuri meleleh, aku mengusapnya penuh sayang. Ia pun tak menolaknya, justru memegang punggung tanganku. Kami pun hanyut dalam suara gelombang dan rintikan gerimis yang melebat menjadi hujan. Pertama dan untuk terakhir kalinyalah aku merasakan bibir dingin Yuri. Begitu menyayat hati rasanya.

Musim hujan perlahan berganti menjadi musim kemarau, hari-hari gerimis dan hujan mulai berkurang. Pagi itu tak ada gerimis, aku berlari melalui hamaparan pasir pantai yang kini mulai dipenuhi banyak orang untuk berolah raga. Tetapi aku tak dapat melihat Yuri. Begitu pula dengan keesokkan paginya, masih dalam masa menjelang musim kemarau, Yuri pun tak telihat lagi. Aku terus bolak-balik mencari Yuri. Namun ia tetap tak menampakkan dirinya. Hingga bulan memasuki musim kemarau.

Disuatu senja aku duduk sendiri di tempat dan area yang sama di saat aku dan Yuri kali pertama bertemu. Aku memandang matahari senja yang tak rela untuk pergi meninggalkan tempatnya. Sehingga ia mencoba meninggalkan suasana senja yang khas dengan semburat jingga keemasan tepat di layar mega. Yuri dimana kau berada sekarang ini? Gumamku penuh harap. Aku duduk tercenung penuh penantian. Tiba-tiba datang seorang gadis menghampiriku. Ia meletakkan sepedanya di sampingnya dan duduk di sebelahku. Gadis itu tersenyum ramah ke arahku. Aku pun membalasnya. “Kau menunggu sesorang?” Tanyanya masih dalam raut yang sama, ramah. Aku mengangguk, dan ia tersenyum. “Yuri, gadis misterius itu bukan?” Aku terkejut dan membelalakan mataku kepadanya.

“Bagaimana bisa kau tahu aku sedang menunggu Yuri?!”

“Sebuah mitos atau bahkan cerita seram, aku kurang tahu. Tapi ini nyata, ada seorang gadis mati tenggelam terseret badai besar 50 tahun silam. Konon ia sedang menunggu kekasihnya, tunangannya lebih tepat. Namun lelaki itu tak kunjung datang, dan gadis itu tak pernah putus asa hingga badai merenggut nyawanya. Sehingga setiap hujan gerimis datang ia selalu menampakkan dirinya. Melarutkan pendengarnya dalam kerinduan yang tak bertepi. Dan menghilang disaat awan lenyap, berubah menjadi cakrawala biru dengan hiasan pelangi yang mengisahkan cintanya yang tak akan pernah berkesudahan.”

Aku terkejut dengan kisah itu, jadi Yuri adalah …. Aku terdiam dalam seribu bahasa memandang senja yang perlahan tenggelam. Melarutkan suasana harap yang berubah menjadi dingin, sedingin kerinduan Yuri yang tak bertepi. Gadis itu berlalu begitu saja meninggalkan kesendirianku. Aku beranjak dari tempatku duduk dan memandang kelabunya malam sekelabu harapanku yang pupus. Yuri aku tetap menyayangimu.

Tiba-tiba angin kencang datang, suasana dingin itu berubah menjadi hangat, aku dapat merasakan seseorang datang menghampiriku dan mendekapku dari belakang hingga aku dapat merasakan kembali detak hangat penuh kerinduan itu kembali. Aku tahu kau di sini Yuri. Tanpa kusadari air mataku meleleh secara perlahan kusunggingkan senyumku dalam dekapan erat Yuri. Fin.

2 komentar:

  1. hi...awas gan muncul di mimpimu lho... Ngemeng2 tuh pengalaman agan y jangan-jangan...hi...awas gan muncul di mimpimu lho... Ngemeng2 tuh pengalaman agan y jangan-jangan...

    BalasHapus
  2. koe ki ngemeng apa to san??

    BalasHapus