Pages

Kamis, 07 Juli 2011

Adia ...


Kinan membuka peti kusam itu. Matanya sendu, menatap dengan ragu. Seketika rangkaian proton elektro dalam kepalanya berkelap meraung. Melesat melintasi neuron merangkai kisahnya yang lalu. Peti itu berwarna kelabu. Kelopak matanya yang berkerut menyipit sendu.

Seketika wanita tua itu mengerjamkan matanya. Linangan air keluar dari sela matanya yang perlahan menganga. Hampir 50 tahun silam, Ia tak lagi membuka peti yang penuh kenangan. Tak seorang pun tahu akan isi petinya. Hanya Kinan, Salah orang wanita dan Tuhan.

Ia menyesap kembali teh itu. Wanita itu masih tampak cantik meski terlihat guratan keriput.

"Yah, aku ingin benda ini." desahnya tak bertenaga. Ia mengankat tanganya mengusap air mata. Perlahan tanganya merba. Merambat ke sisi bawah benda di tanganya.

Ia mencari sebuah kunci. Dimana kunci itu jawaban dari rahasia si peti. Akhirnya Kinan menemukan kunci peti. Cepat-cepat Ia meraih dan mencermati lubang kunci. Dijejalnya perlahan kunci itu dengan pasangan hati. Seketika peti terbuka. Bibirnya yang merengut perlahan merenggang. Ia seolah menemukan kawan lamanya-sebuah buku usang.

"Aku tak menyangka menemukanmu!" katanya sambil terkekeh.

Dibukanya halam depan buku itu. Tertulis jelas dalam tulisan tangan huruf bersambung, sebuah tanggal, bulan dan tahun. Kinan pun bertutur, "
- 1 Januari 1950 -
Malam tahun baru ini, malam terburuk bagi Kinan. Kinan telah berkhianat. Berdosa terhadap kekasih tercinta. Adia. Gadis itu sangat cantik bagi Kinan. Bahkan, Kinan mulai merasakan jatuh cinta dengannya. Wajahnya yang berbentuk seperti hati, matanya bulat. Buah dadanya yang ranum mengembang. Membuat Kinan terbuai sebagai sejati wanita. Gadis itu menarik, jelita bagi Kinan. Berbagai kenangan bersama telah Kinan untai dengannya. Tetapi malam itu, keputusan telah Kinan buat. Kinan ingin melepas Adia.
".

Kinan melamun. Menutup kembali buku itu tanpa ragu. Kepalanya terangkat dan mengkaku. Kenangan masa lalu tak lagi merabun. Ia ingat disaat pertama kali gadis itu mengenal Adia yang ayu. Adia idaman semua remaja pria saat itu. Kinan selalu memandang Adia kagum.

"Anda saja aku bisa menjadi kekasihmu Adia. Aku akanlah sangat bangga dan bersuka." Kata-kata itu yang paling dikenang Kinan saat ini. Saat itu tanpa ragu Kinan pun mendekati Adia, dan Ia masih ingat sekali. Di pinggir jalan pedesaan yang sepi di senja itu. Ia melihat Adia, gadis itu berdiri disamping sepeda barunya. Kepalanya tertunduk. Wajahnya sendu. Kinan pun terusik untuk bertanya.

"Adia kenapa?" tanya Kinan lembut.
"Adia sedih, Adia tak cantik, Adia gadis yang bodoh". Seketika Kinan menghentikan umpatan Adia untuk dirinya sendiri dengan memeluknya erat.

Adia pun terkejut, ia merasakan kenyamanan di dalam hatinya. Kenyaman yang tak pernah ia rasa sebelumnya. Aroma wangi tubuh Kinan sewangi tubuhnya. Degup jantung gelisah dan pedih Adia seketika seirama dengan jantung Kinan. Dari awal kejadian itulah, sepasang hati berpanut.

Adia kembali ceria, setelah menumpahkan rasa sakit hatinya karena seorang lelaki yang memutuskan hatinya. Ia kembali dengan kepercayaan dirinya dan membalas cinta Kinan. Kekasih hatinya yang cantik dan dewasa. Keduanya dimabuk asamara saat itu. Sepasang gadis yang terlahir tanpa dosa dan bimbang disaat mereka harus memutuskan untuk menjalin cinta.

Hingga usia mereka beranjak dewasa. Tak ada satu orang pun yang dapat memisahkan. Begitu mudah mereka mengkukuhkan untuk saling menjalin janji setia, tanpa memandang masa depan yang akan memberikan ragam kejutan - Orang Tua Kinan menjodohkannya dengan Seorang Bangsawan Keraton.

Lelaki itu tampan, gagah dan sangat berwibawa. Kinan bahkan tak sanggup menolak aura nya. Lelaki itu sungguh menggoda bagi Kinan. Tanpa sadar Kinan menaruh hati dengan bangsawan itu, beragam cerita ia karang untuk mengelabuhi Adia. Meyakinkan Adia bahwa dirinya hanya untuk Adia semata.

Kebohongan itu mengusik mata hati Kinan. Ia tak tega menipu Adia terus menerus. Dan malam tahun baru itulah, Kinan ingin mengungkap semuanya kepada Adia.

Mata tua kinan mengerjap kembali, peluh itu berebut keluar dari ekor matanya. Dia sangat merindukan Adia. Kekasih hatinya yang ia campakkan begitu saja. Dimana dulu dia lah peri pelindung sekaligus malaikat maut yang merampas paksa kebahagian Adia.

Kinan yang kini terduduk tak berdaya di kursi roda. Seketika menggembangkan senyumnya. Seolah menemukan obat penghilang laranya. Air matanya berangsur berhenti. Ia teringat pesan terakhir Adia.
"Aku akan selalu menunggu Kinan, karena aku ingin menjadi salah seorang tersetia di dunia untuk Kinan. Kemana pun Kinan melangkah bahkan sampai alam ajal Kinan. Adia akan selalu bersama Kinan!" Kata-kata meluluhkan hati Kinan saat itu.

Bergegas nenek tua itu memutar roda kursinya. Mencari sebuah cermin besar. Dilihatnya Adia di sana. Ia masih terlihat sangat cantik meski usia telah merubah bentuk mereka. Disana Adia sama menggunakan kursi roda, berpakaian mirip dengan Kinan. Adia pun tersenyum. Keduanya saling menyapa, melepas rindu. Hingga senja berubah menjadi malam. Kini Kinan menemukan kembali Adia, separuh jiwanya yang harus ia lepaskan. Begitu pula Adia, dia tampak lega memandang kembalinya Kinan.

Dan nenek tua itu terus menatap dirinya di depan cermin. Wajahnya kembali ceria seolah ia menemukan pasangan hatinya di pantulan cermin itu. Seseorang yang sama dengan dirinya yang selalu ia panggil dengan nama Adia yang tak lain adalah jiwa lain dari Kinan.

-end-

4 komentar:

  1. trimakasi sudah menceritakan pengalaman saya, saya akan sangat bangga jika kamu lebih baik dari yang saya alami..

    BalasHapus
  2. Ngopo e koe ki san?? pengung!!

    BalasHapus
  3. Wah, ternyata penulis novel juga gan? :o

    BalasHapus
  4. cerpen ini pak tua ... hahahaha masih banyak yg perlu dikoreksi ...

    BalasHapus